Oleh:
Marjuki
Widyaiswara
LPMP Jawa Timur
Setelah terbitnya Permendikbud No. 23
Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Permendiknas No. 15 Tahun 2010 Tentang
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Dikdas di Kabupaten/Kota membuat para
bupati/walikota ketir-ketir. Apalagi pada Pasal 7, Ayat (1) dinyatakan bahwa Bupati/walikota menyampaikan laporan
tahunan kinerja penerapan dan pencapaian SPM Pendidikan Dasar kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur dan
ditembuskan kepada Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Sekretaris Jenderal
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Sekretaris Jenderal Kementerian
Agama.
Gambar 1.
Rencana Pencapaian SPM
Sepertinya tidak mudah menjawabnya. Akan tetapi jawabannya bisa “Ya” bisa juga “Tidak”. Mengapa sdemikian? Dalam situasi seperti sekarang ini mungkin saja ada kabupaten/kota sudah ada yang mampu melampaui SPM dengan 27 item. Hal ini sangat mungkin sekali, karena SPM Dikdas sudah diluncurkan sejak tanggal 9 Juli 2010, yaitu Permendiknas No. 15 Tahun 2010. Bagi bupati/walikota yang tanggap betapa pentingnya pelayanan dasar bagi segenap warganya, dapat dipastikan akan menyinergiskan semua sumber daya yang dimilikinya untuk segera mewujudkannya.
Sebaliknya, bagi bupati/walikota yang
belum “mengenal SPM”, belum “tanggap SPM”, karena masa transisi
kepemimpinannya, atau masih hiruk pikuk dengan politik praktis, tentu sulit
menyiapkan, merencanakan, menyusun strategis pencapaiannya atau mengitegrasikan
ke dalam renstranya.
Padahal UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah telah secara jelas
mendelegasikan kewenangan penyelenggaraan urusan wajib pemerintahan kepada pemerintah provinsi
dan kabupaten/kota. Ketentuan lebih rinci mengenai pembagian
kewenangan antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dijabarkan lebih lanjut dalam PP No. 38 Tahun
2007. Sesuai dengan Peraturan
Pemerintah tersebut, urusan pendidikan merupakan salah satu
pelayanan wajib yang harus diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Lebih lanjut UU. No. 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan wajib yang
didesentralisasikan perlu diatur dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Aturan lebih rinci mengenai SPM ini telah dituangkan dalam PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan
dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Sesuai dengan Peraturan
Pemerintah tersebut, SPM adalah ketentuan
mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga
negara secara minimal, terutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar.
Penerapan SPM dimaksudkan untuk menjamin
akses dan mutu bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar dari
pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan
oleh Pemerintah. Oleh karena itu, baik dalam perencanaan maupun penganggaran,
wajib diperhatikan prinsip-prinsip SPM yaitu sederhana, konkrit, mudah diukur,
terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas
pencapaian yang dapat diselenggarakan secara bertahap.
SPM Pendidikan Dasar di
kabupaten/kota mencakup 2
(dua) kelompok pelayanan yaitu: (1) Pelayanan Pendidikan Dasar oleh
kabupaten/kota yang terdiri atas 14 indikator pencapaian (IP), dan (2) Pelayanan
Pendidikan Dasar oleh Satuan Pendidikan yang terdiri atas 13 indikator
pencapaian (IP).
Dalam
Permendikbud No. 23 tahun 2013 juga dipertegas bahwa Bupati/walikota bertanggung
jawab dalam penyelenggaraan pelayanan
pendidikan sekurang-kurangnya
memenuhi SPM Pendidikan Dasar
yang dilaksanakan oleh perangkat daerah kabupaten/kota dan masyarakat; dan
Dinas yang membidangi pendidikan/kantor
Kemenag kabupaten/kota secara operasional mengoordinasikan pelayanan
pendidikan sesuai dengan SPM Pendidikan Dasar dan pendanaan yang berkaitan
dengan penerapan, pencapaian kinerja/pelaporan,
monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan, pembangunan sub sistem informasi manajemen, serta
pengembangan kapasitas, yang
merupakan tugas dan tanggung-jawab pemerintahan daerah dibebankan pada APBD.
Jadi
bupati/walikota memiliki tanggung jawab yang besar dalam memberikan pelayanan
dasar masyarakat khususnya di bidang pendidikan dasar. Bupati/walikota melalui
APBD dapat menyusun rencana strategis (Renstra) untuk menuntaskan SPM yang
menjadi kewenangannya yang disinergiskan dengan Renestra Nasional Kemdikbud.
Dalam menentukan rencana penerapan dan
pencapaian SPM, pemerintah kabupaten/kota harus mempertimbangkan target
pelayanan dasar yang harus tercapai pada akhir tahun 2014. Menurut schedule
dalam Lampiran 1 Permendikbud No. 23 tahun 2013; bulan Januari- Pebruari 2014
adalah waktu pengambilan/pengisian data oleh satuan pendidikan yang didampingi
oleh pengawas sekolah/madrasah. Maka workshop persiapan dan pelatihan terhadap
para pengawas sekolah/madrasah, paling tidak dapat dialksanakan bulan Desember
2014. Setelah instrument terisi oleh satuan pendidikan, selanjutnya
diverifikasi oleh para pengawas dan hasilnya disetorkan ke Dinas pendidikan.
Semua data yang terkumpul akan diagregasi oleh tim yang dibentuk oleh Dinas
pendidikan, melakukan perhitungan secara cermat pencapaian dan kesenjangannya
pada bulan April 2014. Baru bulan mei 2014 menentukan kisaran biaya keseluruan
yang diperlukan untuk menuntaskan SPM dan segera diusulkan ke musrenbang
sebagai kajian penentuan kebijakan beikutnya (secara ilustrasi dapat dlihat
pada Gambar 2).
Gambar
2. Schedule Pencapaian SPM
Keberhasilan Pencapaian
SPM di kabupaten/kota harus 100%
pada akhir tahun 2014; Indikator pencapaian SPM yang kurang dari 100%
bermakna masih ada sekolah/madrasah yang belum memenuhi SPM untuk indikator
terkait; SPM dengan 100% merupakan indikator awal adanya sekolah/madrasah yang
bermasalah di kabupaten/kota.
Melihat kenyataan yang demikian,
sudahkah semua kabupaten/kota dapat mencapai atau menuntaskan SPM pada akhir
tahun 2014? Kita tinggal menmghitung hari atau bulan. Kalau sekarang bulan Maret
2014, paling tidak masih ada waktu 9 bulan untuk merampungkannya. Bagi
kabupaten/kota yang telah proses mengisi instrument tinggal memverifikasi,
mengagregasi, menghitung kesenjangan, dan menghitung besaran biaya yang
dibutuhkan secara riil. Bagaimana bagi kabupaten/kota yang melaksanakan
workshop, dan mengambil data? Yang demikian ini perlu “exit strategies” ataukah “strategies
exit.”
Jadi penerapan dan pencapaian Standar
Pelayanan Minimal (SPM) dengan 27 item Indikator Pencapaian (IP) oleh
kabupaten/kota wajib dipenuhi pada akhir tahun 2014. Setiap bupati/walikota
dapat menggunakan “exit strategies”
atau “strategies exit” dalam
memanfaatkan waktu yang tersisa kurang lebih 9 bulan untuk
memenuhi/melaksanakan/memberikan pelayanan dasar kepada segenap warga
masyarakatnya. Semoga berhasil.
Daftar Pustaka:
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4737);
Permendikbud
No. 23 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Permendiknas No. 15 tahun 2010 Tentang
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota.
Permendiknas
No. 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar di
kabupaten/Kota.